Berita Dunia Terkini – Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 17.000 pulau tersebar dari Sabang hingga Merauke. Di antara ribuan pulau tersebut, ada satu yang begitu unik hingga dijuluki sebagai pulau terpadat di dunia: Pulau Bungin.
Mengenal Pulau Bungin
Pulau Bungin terletak di lepas pantai Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Secara administratif, pulau ini merupakan bagian dari Kabupaten Sumbawa. Nama “Bungin” berasal dari bahasa Bajo, “bubungin”, yang berarti tumpukan pasir putih di tengah laut. Nama ini menggambarkan asal-usul Pulau ini yang dulunya hanyalah gundukan pasir kecil di samudra.
Dengan luas hanya sekitar 8,5 hektar, Pulau Bungin dihuni oleh lebih dari 5.000 jiwa. Ini menjadikannya salah satu pemukiman dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di dunia.
Warisan Suku Bajo: Hidup Harmonis di Laut
Mayoritas penduduk Pulau Bungin adalah suku Bajo, kelompok etnis yang berasal dari Sulawesi Selatan dan terkenal sebagai pelaut ulung. Mereka telah menghuni sejak sekitar 200 tahun yang lalu. Seiring waktu, suku Bajo membangun perkampungan mereka dengan cara menimbun laut menggunakan batu dan karang mati, menciptakan daratan buatan sedikit demi sedikit.
Uniknya, rumah-rumah di Pulau Bungin tidak di bangun di atas tanah seperti umumnya, melainkan di atas tumpukan karang mati. Setiap rumah berdiri kokoh di atas pondasi yang mereka bangun sendiri dari hasil laut, tanpa perlu membeli sebidang tanah.
Potret Kehidupan di Pulau Terpadat
Berjalan di Pulau Bungin seolah menyusuri lorong-lorong sempit yang di apit rumah panggung berdempetan. Tidak ada ruang kosong, garis pantai, ataupun lahan hijau. Semua permukaan pulau telah di penuhi bangunan tempat tinggal. Meski demikian, kehidupan di sini tetap dinamis. Anak-anak berlarian, hewan ternak seperti ayam dan kambing bebas berkeliaran, dan toko-toko kecil memenuhi kebutuhan harian warga.
Suasana padat bukan halangan bagi masyarakat Bungin untuk hidup nyaman. Bahkan, banyak rumah di pulau ini kini telah terlihat lebih modern, menggunakan papan dan atap dari seng atau genteng yang kokoh.
Adat Perkawinan yang Membangun Pulau
Salah satu alasan mengapa Pulau Bungin terus bertambah luas adalah karena hukum adat pernikahan yang di anut masyarakat setempat. Dalam tradisi ini, pasangan yang hendak menikah wajib membangun rumah sendiri di sisi luar pulau. Untuk itu, mereka harus mengumpulkan batu karang dan menimbunnya di laut sebagai pondasi rumah. Proses ini tidak hanya memperkuat ikatan budaya, tetapi juga memperluas daratan pulau secara perlahan.
Wisata Kuliner dan Budaya yang Menggoda
Meskipun tidak memiliki pantai berpasir putih seperti destinasi wisata lainnya di Sumbawa, Pulau Bungin tetap memikat wisatawan. Daya tarik utamanya terletak pada keunikan budaya dan kuliner lautnya. Restoran apung di sekitar pulau menyajikan beragam hidangan laut segar, khas suku Bajo, yang terkenal dengan cita rasa gurih dan asin.
Anak-anak di Pulau Bungin sudah terbiasa menjelajah laut sejak usia dini. Mereka belajar menyelam, memancing, dan berburu ikan, mewarisi keahlian nenek moyang mereka sebagai pelaut tangguh.
Pulau ini bukan sekadar pulau kecil yang padat. Ia adalah cerminan kekuatan tradisi, ketahanan masyarakat, dan harmoni manusia dengan laut. Dalam setiap rumah panggung, dalam setiap batu karang yang di susun, ada cerita tentang kehidupan yang tak pernah menyerah pada keterbatasan ruang.
Sumber : Youtube.com