Berita Dunia Terkini – Baru-baru ini, Presiden Rusia Vladimir Putin telah melakukan revisi terhadap doktrin nuklir Rusia. Perubahan ini berpotensi mengubah dinamika keamanan global, terutama dalam konteks konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina. Doktrin nuklir yang baru menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir, yang kini memungkinkan Rusia untuk menggunakan senjata nuklir tidak hanya sebagai respons terhadap serangan nuklir langsung, tetapi juga terhadap serangan konvensional yang di anggap mengancam kedaulatan Rusia dan sekutunya, termasuk Belarus.
Ketegangan Global: Dampak Perubahan Doktrin Nuklir Rusia
Konflik Rusia-Ukraina semakin intensif, dengan laporan bahwa Korea Utara telah mengirim ribuan tentaranya untuk mendukung invasi Rusia ke Ukraina. Menanggapi hal ini, Presiden Amerika Serikat Joe Biden memutuskan untuk memperkuat kemampuan pertahanan Ukraina melalui pengiriman senjata canggih. Langkah ini bertujuan untuk memastikan Ukraina memiliki daya tangkal yang kuat dan memadai, seiring dengan akhir masa jabatan Biden dan potensi perubahan kebijakan luar negeri Amerika di bawah kepemimpinan Donald Trump, yang berencana untuk membatasi dukungan Amerika kepada Ukraina.
Sebagai respons terhadap peningkatan bantuan militer Amerika Serikat kepada Ukraina, Presiden Putin segera menandatangani dekrit yang merevisi doktrin nuklir Rusia. Perubahan ini membuka kemungkinan bahwa Rusia dapat menggunakan senjata nuklir dalam berbagai situasi yang lebih luas, bukan hanya sebagai reaksi terhadap serangan nuklir, tetapi juga terhadap ancaman konvensional yang dianggap sangat mengancam eksistensi negara.
Ambang Batas Penggunaan Senjata Nuklir yang Lebih Rendah
Doktrin nuklir Rusia yang baru menyatakan bahwa negara ini dapat menggunakan senjata nuklir dalam dua kondisi utama. Pertama, jika Rusia atau sekutunya menghadapi serangan dengan senjata konvensional yang dapat mengancam keberadaan negara tersebut. Kedua, jika negara non-nuklir diserang oleh negara nuklir yang mendukungnya. Perubahan ini jelas mencerminkan ketegasan Rusia dalam mempertahankan kedaulatan dan menghadapi ancaman dari negara-negara yang mendukung Ukraina atau negara Barat.
Pernyataan tersebut juga memberikan sinyal peringatan kepada negara-negara Barat, terutama anggota NATO, untuk mempertimbangkan ulang dukungan militer mereka kepada Ukraina. Rusia menegaskan bahwa setiap bantuan militer dari negara-negara nuklir yang mendukung Ukraina dapat dianggap sebagai serangan gabungan, yang dapat memicu respon nuklir dari pihak Rusia.
Meningkatnya Risiko Perlombaan Senjata dan Ketegangan Global
Perubahan doktrin ini berpotensi memicu perlombaan senjata baru, di mana negara-negara lain yang merasa terancam mungkin akan meningkatkan kemampuan nuklir mereka sebagai langkah pencegahan. Hal ini dapat merusak perjanjian kontrol senjata yang ada dan menambah ketidakstabilan dalam strategi keamanan global. Negara-negara yang memiliki aliansi dengan Barat, seperti negara-negara anggota NATO. Mungkin merasa terancam dan memperkuat anggaran pertahanan mereka, atau bahkan mempertimbangkan pengembangan senjata nuklir mereka sendiri. Ini tentunya akan meningkatkan ketegangan regional dan dapat mendorong negara-negara lain untuk ikut dalam perlombaan senjata.
Arsenal Nuklir Rusia: Teknologi Canggih yang Membuatnya Tangguh
Rusia, yang memiliki salah satu persenjataan nuklir terbesar dan tercanggih di dunia, terus mengembangkan berbagai jenis hulu ledak dan sistem peluncuran. Pada tahun 2024, Rusia di perkirakan memiliki sekitar 5.580 hulu ledak nuklir, dengan 1.710 hulu ledak siap di kerahkan, sementara sisanya berada dalam cadangan atau menunggu untuk dibongkar.
Sistem peluncuran nuklir Rusia sangat canggih, termasuk rudal balistik antar benua berbahan bakar cair yang memiliki jangkauan hampir tak terbatas, memungkinkan Rusia untuk menyerang target di seluruh dunia. Selain itu, Rusia juga mengoperasikan kendaraan luncur hipersonik seperti Avangard, yang mampu melakukan manuver tajam pada kecepatan 20 kali kecepatan suara, serta rudal jelajah bertenaga nuklir seperti 9M730 Burevesnik, yang memiliki jangkauan yang hampir tidak terbatas.
Torpedo nuklir otonom yang dapat menciptakan tsunami radioaktif dan menghancurkan kota-kota pesisir juga menjadi bagian dari arsenal Rusia. Sistem-sistem ini menambah kekuatan daya tangkal di arena nuklir, menunjukkan upaya negara ini untuk menjaga ketahanan dan efektivitas pasukan nuklirnya.
Potensi Perang Nuklir dan Konsep MAD
Revisi doktrin nuklir Rusia jelas memperburuk ketegangan dengan negara-negara Barat dan dapat memicu perang skala besar, terutama dengan NATO. Namun, meskipun risiko ini ada, konsep Mutual Assured Destruction (MAD) tetap menjadi penghalang utama bagi eskalasi lebih lanjut. MAD adalah doktrin yang menyatakan bahwa jika terjadi serangan nuklir. Pihak yang memulai akan di balas dengan serangan nuklir yang menghancurkan mereka sendiri. Konsep ini telah berlaku sejak awal tahun 1960-an dan masih di anggap sebagai pencegah utama dari perang nuklir total, di mana kedua belah pihak menyadari bahwa penghancuran total akan terjadi jika perang nuklir pecah.
Kesimpulan
Perubahan doktrin nuklir ini menandakan sebuah era yang lebih berisiko dalam hubungan internasional. Meski demikian, banyak pihak yang berharap bahwa konsep MAD tetap menjadi faktor penyeimbang untuk mencegah eskalasi yang tidak terkendali. Ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat, terutama yang terlibat dalam konflik Ukraina, menunjukkan bahwa dunia masih berada di ambang risiko besar. Kini, tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga stabilitas dan mencegah bencana nuklir yang bisa menghancurkan seluruh dunia.
Sumber : Youtube