Berita Dunia Terkini – Sejarah dunia tidak hanya dibangun oleh Mesir, Yunani, atau Romawi. Jauh sebelum itu, ada peradaban-peradaban kuat yang mengisi lembar awal perjalanan manusia. Di wilayah Anatolia, Afrika Timur Laut, dan Mesopotamia, berdiri tiga bangsa besar: Het, Nubia, dan Asyur.
Ketiganya tumbuh dalam lingkungan yang berbeda, tetapi memiliki kisah yang sama-sama menakjubkan. Mulai dari kerajaan yang hilang, perang besar yang melegenda, sampai budaya yang masih berpengaruh hingga hari ini. Artikel ini menyajikan kisah mereka dengan cara yang lebih sederhana dan nyaman dibaca.
Bangsa Het: Penguasa Tangguh dari Anatolia
Bangsa Het (Hittite) adalah peradaban besar yang hidup di Anatolia—wilayah Turki modern. Menariknya, sebelum para arkeolog menemukan bukti keberadaan mereka, bangsa ini hanya di kenal lewat cerita dalam Alkitab. Dalam catatan kuno itu, mereka di gambarkan sebagai salah satu musuh besar bangsa Israel.
Segalanya berubah ketika prasasti perdagangan di temukan di Kültepe. Dari sinilah awal mula sejarah Het mulai tersingkap. Mereka ternyata merupakan pendatang dari kelompok Indo-Eropa yang masuk ke Anatolia ribuan tahun sebelum masehi. Di sana, mereka bertemu penduduk lokal lalu membangun kerajaan kecil yang kemudian bersatu menjadi negara besar dengan ibu kota di Hattusa.
Kejayaan bangsa Het mencapai puncaknya pada masa Kekaisaran Het. Pada era inilah mereka menjadi salah satu kekuatan terbesar di Timur Dekat, bahkan menyaingi Mesir. Pertempuran paling terkenal dalam sejarah mereka adalah Pertempuran Kadesh melawan Ramses II. Walau tidak menghasilkan pemenang yang jelas, perang ini berujung pada Perjanjian Kadesh, perjanjian damai tertua yang tercatat dalam sejarah.
Akhir kekuasaan Het datang pada sekitar abad ke-12 SM. Serangan dari Bangsa Laut, ditambah kekacauan internal, membuat kerajaan mereka runtuh. Meski begitu, bangsa Het meninggalkan warisan penting berupa sistem hukum yang maju, tradisi diplomasi, dan teknik pengolahan besi yang menjadi awal dari berkembangnya Zaman Besi.
Bangsa Nubia: Peradaban Sungai Nil yang Disebut “Tanah Busur”
Jika kita mengikuti aliran Sungai Nil ke bagian selatan, kita akan menemukan tanah Nubia—wilayah tandus tetapi sarat sejarah. Nubia adalah rumah bagi bangsa Nuria/Nubia, salah satu kelompok etnis tertua di Afrika.
Nubia dan Mesir saling berhubungan selama ribuan tahun. Kadang berdagang, kadang berperang. Orang Mesir menyebut tanah mereka Ta-Seti, “Tanah Busur,” karena orang Nubia terkenal sebagai pemanah terbaik pada zamannya.
Peradaban Nubia mencapai masa keemasan pada era Kerajaan Kush. Pada periode ini, Kush bukan hanya menjadi kekuatan besar Afrika, tetapi juga sempat menguasai Mesir sebagai Dinasti ke-25, atau yang dikenal sebagai “Firaun Hitam”. Mereka membangun piramida khas mereka sendiri—lebih ramping dan lebih curam dibanding piramida Mesir.
Ketika Kush runtuh akibat tekanan dari Kerajaan Aksum, wilayah Nubia memasuki masa baru sebagai kerajaan-kerajaan Kristen seperti Makuria dan Alodia. Nubia menjadi pusat budaya Kristen di Afrika selama beberapa abad. Makuria bahkan pernah menghentikan ekspansi militer Muslim dari Mesir dan mempertahankan perdamaian sepanjang enam abad berikutnya.
Pada abad ke-20, pembangunan Bendungan Tinggi Aswan membuat banyak masyarakat Nubia harus di relokasi dari desa-desa lama mereka. Meski begitu, bahasa dan budaya mereka masih bertahan hingga hari ini, baik di Mesir maupun Sudan.
Bangsa Asyur: Kekaisaran Militer Terkuat di Mesopotamia
Di utara Mesopotamia, berdirilah bangsa Asyur—peradaban yang di kenal karena kedisiplinan militernya. Kota-kota seperti Asyur, Nimrud, dan Niniveh menjadi pusat kekuasaan mereka sejak ribuan tahun sebelum masehi.
Bangsa Asyur berbeda dari bangsa-bangsa tetangga mereka, terutama Babilonia. Bahasa, budaya, dan struktur kekuasaannya membentuk identitas Asyur yang kuat. Bahasa Neo-Aram yang mereka gunakan bahkan masih di pakai sebagian keturunan Asyur sampai sekarang.
Kejayaan bangsa Asyur mencapai puncaknya pada masa Kekaisaran Neo-Asyur. Di bawah raja-raja seperti Tiglat-Pileser III, Sargon II, dan Ashurbanipal, mereka membangun kekaisaran yang terbentang dari Mesopotamia hingga Mesir. Asyur di kenal sebagai pelopor berbagai inovasi militer—mulai dari tentara profesional, penggunaan besi dalam perang, hingga teknik pengepungan kota yang belum ada tandingannya.
Kota Niniveh menjadi simbol kejayaan mereka. Di sinilah Raja Ashurbanipal membangun perpustakaan raksasa yang berisi ribuan tablet tanah liat. Banyak dari pengetahuan kuno yang kita ketahui hari ini—termasuk kisah Gilgamesh—terselamatkan karena perpustakaan ini.
Runtuhnya Asyur terjadi dengan sangat cepat. Setelah Ashurbanipal meninggal, kekacauan politik melemahkan kerajaan, dan akhirnya Babilonia serta Media menyerang hingga Niniveh jatuh pada tahun 612 SM. Meski kehilangan negaranya, bangsa Asyur tidak pernah benar-benar hilang. Keturunan mereka masih hidup hingga kini sebagai salah satu komunitas Kristen tertua di dunia.
Penutup
Bangsa Het, Nubia, dan Asyur adalah tiga peradaban besar yang memberikan warna berbeda dalam sejarah manusia. Het di kenal karena diplomasi dan teknologinya. Nubia memancarkan kekayaan budaya Afrika yang luar biasa. Asyur memperlihatkan bagaimana sebuah peradaban membangun kejayaan melalui inovasi dan strategi.
Mereka mungkin sudah tidak lagi berdiri sebagai kerajaan, tetapi jejak-jejaknya tetap abadi—baik dalam arkeologi, catatan sejarah, maupun dalam kehidupan keturunan mereka yang masih ada hingga hari ini.
Sumber : Youtube.com

