Berita Dunia Terkini – Pernahkah Anda mendengar tentang orang Romani? Kelompok ini sering kali disalahartikan sebagai orang Roma dari Italia atau bahkan sebagai keturunan Kekaisaran Romawi. Namun kenyataannya, orang Romani atau Roma adalah kelompok etnis yang sangat berbeda. Mereka bukanlah penduduk asli Eropa, melainkan keturunan Indo-Arya yang berasal dari wilayah barat laut India.
Asal-Usul dan Perjalanan Panjang
Berdasarkan bukti linguistik, genetik, dan sejarah, orang Romani diyakini berasal dari daerah yang kini mencakup Punjab, Sindh, dan Rajasthan di India. Bahasa Romani yang mereka gunakan memiliki kedekatan dengan bahasa Indo-Arya seperti Hindi dan Punjabi, dan studi genetik menunjukkan bahwa sekitar 20–35% leluhur mereka berasal dari Asia Selatan.
Migrasi besar-besaran terjadi sekitar abad ke-6 hingga abad ke-11 Masehi. Meskipun alasan pastinya masih diperdebatkan, banyak ahli meyakini bahwa invasi, konflik militer, atau perubahan politik, seperti serangan dari Kekaisaran Ghaznawiyah, memaksa mereka untuk meninggalkan tanah air.
Perjalanan mereka membawa mereka melalui Persia (sekarang Iran), lalu ke berbagai wilayah seperti Suriah, Yunani, Balkan, dan akhirnya menyebar ke seluruh Eropa.
Penyebaran di Eropa dan Dunia
Dokumentasi pertama tentang keberadaan orang Romani di Eropa berasal dari tahun 1100 oleh seorang biarawan di Gunung Athos, Yunani. Kemudian, catatan serupa muncul di Hamburg (1417) dan Barcelona (1425). Pada awalnya, orang Romani disambut dengan penasaran dan bahkan diberi surat perlindungan oleh bangsawan Eropa. Namun, perlakuan ini tidak bertahan lama.
Saat ini, populasi Romani tersebar di berbagai belahan dunia. Sekitar 10 juta tinggal di Eropa, dengan populasi besar di Balkan, Eropa Tengah, Rusia, Spanyol, Prancis, dan Jerman. Di luar Eropa, sekitar 1 juta tinggal di Amerika Serikat dan 800 ribu di Brasil—banyak dari mereka keturunan dari pemindahan paksa pada masa kolonial Portugis.
Istilah “Gipsi”: Asal Usul dan Kontroversi
Dalam bahasa Inggris, orang Romani dikenal dengan istilah Gypsies, yang berasal dari kesalahpahaman bahwa mereka berasal dari Mesir. Warna kulit gelap dan gaya hidup nomaden mereka dianggap “eksotis”, dan istilah “Egyptian” pun melekat. Sayangnya, sebutan ini berkembang menjadi stereotip yang diskriminatif, dan saat ini banyak orang Romani menolaknya.
Sementara itu, istilah lokal seperti Zigeuner (Jerman), Tsinganoi (Yunani), dan Cingene (Turki) juga kerap memiliki konotasi negatif. Orang Romani sendiri lebih memilih menyebut diri mereka Rom (tunggal) atau Roma (jamak), yang berarti “pria” dalam bahasa Romani.
Sejarah Diskriminasi yang Panjang
Sepanjang sejarah, orang Romani kerap menghadapi persekusi dan diskriminasi di Eropa. Di anggap berbeda karena budaya, warna kulit, dan gaya hidup mereka yang tidak menetap, mereka sering di kucilkan dan bahkan di kriminalisasi. Pada abad ke-16, beberapa wilayah Eropa bahkan mengesahkan undang-undang yang melarang keberadaan mereka, di sertai ancaman kerja paksa atau hukuman mati.
Salah satu tragedi terbesar dalam sejarah mereka terjadi pada masa Holocaust. Nazi Jerman menganggap orang Romani sebagai “ras yang tidak di inginkan” dan melakukan genosida sistematis yang di kenal sebagai Porajmos, yang menewaskan antara 250.000 hingga 500.000 orang Romani.
Diskriminasi di Era Modern
Sayangnya, diskriminasi terhadap komunitas Romani masih terus berlangsung hingga hari ini. Survei Pew Research menunjukkan bahwa persepsi negatif terhadap orang Romani tetap tinggi, terutama di Italia (82%), Yunani (67%), dan Jerman (40%). Mereka masih menghadapi kesulitan dalam mengakses pendidikan, layanan kesehatan, perumahan, dan pekerjaan, serta hidup dalam kemiskinan dan keterpinggiran sosial.
Gaya Hidup Nomaden: Warisan dan Adaptasi
Gaya hidup nomaden adalah salah satu ciri khas utama budaya Romani. Meskipun banyak dari mereka kini hidup menetap, tradisi berpindah-pindah tetap menjadi bagian dari identitas kolektif mereka. Karavan yang dulu di tarik kuda kini telah berganti menjadi kendaraan modern seperti truk atau kontainer.
Mobilitas ini memungkinkan mereka bertahan hidup, menjelajahi peluang ekonomi, dan tetap menjaga struktur keluarga yang erat. Pria Romani sering bekerja sebagai tukang logam, musisi, atau pedagang keliling, sementara wanita di kenal sebagai peramal atau penghibur meski ini sering kali hanyalah strategi ekonomi untuk bertahan hidup.
Budaya yang Kaya dan Dinamis
Budaya Romani sangat di pengaruhi oleh akar India mereka dan telah beradaptasi dengan budaya lokal tempat mereka tinggal. Bahasa Romani menjadi alat penting dalam menjaga identitas, meski banyak yang kini menggunakan bahasa lokal atau dialek campuran.
Musik dan seni memainkan peran penting dalam kehidupan mereka. Mereka di kenal sebagai musisi ulung, bahkan berkontribusi besar pada perkembangan musik Flamenco di Spanyol. Di Rumania, musisi Romani (di kenal sebagai Lautar) menjadi bagian penting dalam upacara tradisional. Kegiatan seni seperti kerajinan logam, perhiasan, dan patung juga menjadi warisan budaya yang terus hidup.
Agama dan Spiritualitas
Dalam hal agama, orang Romani umumnya mengikuti agama mayoritas di tempat tinggal mereka, seperti Kristen di Eropa atau Islam di Timur Tengah. Namun, banyak dari mereka juga mempertahankan praktik spiritual yang mencerminkan akar budaya India, termasuk ramalan dan tradisi mistik lainnya.
Penutup: Kelompok yang Bertahan Lewat Zaman
Orang Romani adalah simbol ketahanan budaya. Mereka telah melewati ribuan tahun migrasi, diskriminasi, dan persekusi, namun tetap mempertahankan identitas unik mereka. Di tengah tantangan zaman modern, budaya Romani masih hidup dan terus berkembang—menjadi bukti nyata dari kekuatan sejarah dan semangat komunitas.
Sumber : Youtube.com