Berita Dunia Terkini – Rusia, negara dengan sejarah panjang penuh peperangan dan konflik, kini menghadapi masalah demografi serius. Meskipun tampil sebagai negara besar dengan kekuatan militer kuat, kenyataannya negara ini bergulat dengan krisis populasi semakin memburuk. Perang Dunia hingga sejarah panjang telah menyebabkan ketidakseimbangan besar dalam struktur demografi, terutama di kalangan laki-laki usia produktif.
Perang Dunia dan Revolusi
Sejak Perang Dunia I, Rusia mengalami kerugian besar dalam hal populasi, terutama di kalangan laki-laki usia produktif. Pada masa Perang Dunia I (1914-1918), sekitar 1,7 juta tentara Rusia tewas, sekitar 4,9 juta tentara lainnya terluka parah. Kehilangan ini, ditambah dengan revolusi Bolshevik yang memicu perang saudara antara 1917 hingga 1923, semakin memperburuk keadaan. Selama periode ini, diperkirakan jutaan orang tewas akibat pertempuran, eksekusi massal, serta kelaparan.
Penurunan populasi dramatis terjadi pada dekade ini, dengan lebih dari 10 juta jiwa hilang, mayoritas di antaranya laki-laki. Kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan gender semakin parah, dengan semakin sedikit laki-laki yang tersedia untuk membangun serta mengisi kekosongan dalam berbagai aspek kehidupan sosial hingga ekonomi.
Perang Dunia II
Pada Perang Dunia II (1941-1945), Rusia kembali menghadapi kerugian sangat besar. Sekitar 27 juta jiwa hilang, termasuk 11 juta tentara laki-laki. Sebagian besar korban adalah laki-laki berusia 20 hingga 40 tahun, seharusnya menjadi kekuatan utama negara. Akibatnya, pada 1950, rasio gender di Uni Soviet sangat timpang, dengan hanya 63 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.
Ketidakseimbangan ini semakin parah setelah perang, terutama dengan adanya kehilangan besar dalam perang ini yang terus mengguncang Rusia secara demografis.
Invasi Ukraina
Ketika Rusia memulai invasi ke Ukraina pada 2022, kerugian besar dalam hal personel militer kembali terjadi. Hingga Juni 2024, diperkirakan lebih dari 120.000 tentara Rusia telah tewas, dan angka ini kemungkinan akan terus meningkat. Kehilangan besar ini, mencakup sebagian besar laki-laki usia produktif, semakin mengurangi jumlah mereka dalam populasi sipil.
Tak hanya itu, mobilisasi dipaksakan oleh pemerintah dan ketidaksetujuan terhadap perang menyebabkan banyak laki-laki usia produktif meninggalkan negara. Menurut laporan, lebih dari 500.000 hingga 1 juta warga Rusia melarikan diri ke negara-negara seperti Kazakhstan, Georgia, dan Turki. Eksodus ini memperparah ketidakseimbangan gender sudah ada, dan turut mempengaruhi struktur sosial serta ekonomi negara.
Penurunan Populasi dan Krisis Kelahiran
Berdasarkan proyeksi PBB, jika situasi demografi Rusia terus berlanjut, populasi negara ini dapat menyusut hingga 120 juta dalam 50 tahun ke depan, berarti penurunan sekitar 17% dari populasi saat ini. Angka kelahiran terus menurun juga menjadi faktor utama penurunan populasi. Pada tahun 2023, angka kelahiran Rusia hanya 1,3 anak per wanita, jauh di bawah tingkat penggantian populasi seharusnya 2,1 anak per wanita.
Di sisi lain, angka kematian tinggi, terutama di kalangan laki-laki usia produktif, semakin memperburuk krisis ini. Pada 2024, diperkirakan terdapat 86 laki-laki untuk setiap 100 perempuan, berarti perempuan lebih banyak daripada laki-laki sekitar 14%. Ketidakseimbangan ini berdampak besar pada pasar kerja, dengan lebih banyak perempuan harus mengambil peran sebagai pencari nafkah.
Dampak Sosial dan Ekonomi pada Perempuan
Perang di Ukraina telah memaksa banyak perempuan Rusia mengambil alih peran sebagai tulang punggung keluarga. Seiring kesulitan ekonomi di sebabkan sanksi internasional dan inflasi tinggi, banyak perempuan menghadapi tekanan luar biasa dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sektor informal, tempat sebagian besar perempuan bekerja, sangat terpengaruh lonjakan inflasi dan penurunan daya beli.
Selain itu, trauma psikologis akibat kehilangan anggota keluarga bertempur di medan perang turut menambah beban mental bagi perempuan. Menurut sebuah studi 2023, 65% perempuan Rusia mengalami peningkatan gangguan kecemasan dan depresi sejak dimulainya perang.
Krisis Lansia
Tidak hanya ketidakseimbangan gender menjadi masalah, namun juga penuaan populasi pesat. Pada 2023, lebih dari 20% populasi Rusia berusia di atas 60 tahun, dan angka ini di perkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 30% pada 2050. Dengan penurunan jumlah tenaga kerja usia produktif dan peningkatan jumlah lansia, Rusia akan menghadapi tantangan besar dalam sistem pensiun dan layanan kesehatan. Belanja negara untuk kesehatan di perkirakan akan meningkat seiring meningkatnya jumlah lansia membutuhkan perhatian medis lebih intensif.
Kesimpulan
Rusia tengah menghadapi masa depan penuh tantangan, dengan ketidakseimbangan demografi semakin mendalam. Perang, baik itu Perang Dunia maupun invasi ke Ukraina, telah menyebabkan kerugian besar mempengaruhi struktur sosial dan ekonomi negara ini.
Ketidakseimbangan gender, penurunan angka kelahiran, serta penuaan populasi, semuanya berpotensi memperburuk krisis demografi ada. Dalam jangka panjang, Rusia akan menghadapi kesulitan besar dalam mempertahankan kekuatan ekonomi dan sosialnya jika tren ini tidak segera di atasi.
Sumber : Youtube