Berita Dunia Terkini – Kalian mungkin tidak pernah membayangkan ada sebuah kepulauan tersembunyi di jantung Samudera Atlantik Utara, yang tebing lautnya termasuk salah satu yang tertinggi di dunia. Kepulauan ini seringkali tersembunyi di peta dan hanya terlihat jelas ketika diperbesar. Kepulauan yang dimaksud adalah Kepulauan Faroe, sebuah wilayah otonom di kawasan Nordik dan bagian dari Kerajaan Denmark. Mirip dengan sejarah negara-negara Nordik lainnya, Kepulauan Faroe memiliki kisah menarik yang berakar pada zaman Viking.
Sejarah dan Geografi Kepulauan Faroe
Kepulauan Faroe terdiri dari 18 pulau utama dan ratusan pulau kecil serta pulau karang lainnya. Pulau terbesarnya adalah Semo, tempat ibu kota Torshavn berada. Terletak di Samudera Atlantik Utara, antara Norwegia dan Islandia, kepulauan ini berjarak sekitar 320 km di utara Skotlandia dengan luas total sekitar 1.399 km².
Formasi geologis Kepulauan Faroe terjadi sekitar 55 hingga 60 juta tahun yang lalu akibat aktivitas gunung berapi. Pulau-pulau ini sebagian besar terdiri dari batuan basalt, hasil letusan lava yang terjadi secara berulang. Proses erosi oleh angin, air, dan es selama jutaan tahun telah membentuk tebing-tebing curam, lembah yang dalam, dan tebing-tebing laut yang tinggi. Tebing tertinggi di Kepulauan Faroe adalah Tebing Anbor dengan ketinggian 754 meter di atas permukaan laut, menjadikannya salah satu tebing tertinggi di dunia.
Keunikan Flora dan Fauna Kepulauan Faroe
Meskipun Kepulauan Faroe terlihat sangat hijau dan mempesona, mencari pohon di sini bukanlah hal yang mudah. Kondisi iklim yang berangin dan tanah yang keras membuat pohon-pohon kesulitan untuk bertahan. Hanya beberapa pohon kuat yang bisa ditemukan di tempat-tempat terlindung seperti pusat kota Torshavn. Iklim di Kepulauan Faroe sangat lembab dan berangin sepanjang tahun dengan curah hujan tinggi dan suhu sejuk, membuat tanah selalu basah. Flora yang ada di sini umumnya berupa rumput, lumut, dan tumbuhan kecil yang tahan terhadap angin kencang.
Populasi dan Permukiman Kepulauan Faroe
Meskipun kondisi geografis yang curam dan berbatu, Kepulauan Faroe tidak kekurangan penduduk. Pada tahun 2023, populasi kepulauan ini mencapai sekitar 53.270 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 38 orang per km². Kepadatan ini tergolong tinggi untuk wilayah yang keras dan terpencil. Kota besar dan desa dengan populasi lebih dari beberapa ratus orang umumnya terletak di pesisir, di mana garis pantai yang lebih datar memudahkan pemukiman. Tidak ada satu pun pemukiman di Kepulauan Faroe yang berjarak lebih dari 5 km dari laut.
Kedekatan dengan laut memberikan keuntungan dalam hal akses ke sumber daya alam, seperti ikan yang merupakan komoditas utama ekonomi Faroe. Jalur laut juga merupakan rute transportasi utama yang menghubungkan pulau-pulau dan memfasilitasi perdagangan serta interaksi antar suku di berbagai pulau.
Warisan Viking dan Tradisi Budaya
Penduduk Kepulauan Faroe sebagian besar berasal dari keturunan bangsa Viking Norwegia yang menjajah pulau-pulau ini sekitar tahun 800 Masehi. Bahasa resmi di Kepulauan Faroe adalah Faroese, yang memiliki akar dari bahasa Nors Kuno, selain penggunaan bahasa Denmark dalam administrasi dan pendidikan. Budaya dan tradisi Nors Kuno di lestarikan hingga saat ini. Termasuk tradisi pengecatan rumah dengan warna cerah untuk menghadapi cuaca yang sering berubah-ubah. Atap rumput yang digunakan di banyak rumah merupakan warisan tradisi yang sudah ada lebih dari seribu tahun lalu. Atap rumput tidak hanya menambah keindahan, tetapi juga membantu menjaga rumah tetap hangat di musim dingin dan sejuk di musim panas, serta melindungi dari hujan dan cuaca buruk lainnya.
Peternakan Domba: Tradisi dan Ekonomi
Salah satu hal yang mencolok tentang Faroe adalah dominasi domba. Saat ini, ada sekitar 70.000 domba yang hidup di pulau-pulau ini, jumlah yang jauh lebih banyak daripada populasi manusia. Domba pertama kali di perkenalkan oleh pemukim Viking pada abad ke-9 sebagai sumber makanan dan bahan baku. Domba-domba ini berhasil beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang keras di Faroe dan berkembang biak dengan baik di padang rumput alami yang luas.
Selama abad pertengahan, masyarakat Faroe mengembangkan sistem pertanian tradisional yang berfokus pada peternakan domba. Sistem ini melibatkan pembagian tanah menjadi beberapa bagian yang di kenal sebagai “hagar” atau padang rumput. Di mana domba-domba merumput secara bergiliran untuk mencegah overgrazing. Pada abad ke-18 dan ke-19, wol domba Faroe menjadi komoditas penting dalam perdagangan dengan negara-negara Eropa, dan peternakan domba menjadi semakin terorganisir dengan teknik-teknik pertanian yang lebih modern.
Peternakan domba bukan hanya kegiatan ekonomi di Faroe, tetapi juga bagian integral dari budaya mereka. Dalam budaya Faroe, domba memiliki posisi yang terhormat, dengan banyak festival dan cerita rakyat yang menyoroti peran penting domba dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan lambang Kepulauan Faroe menampilkan domba jantan di atas perisai, mencerminkan pentingnya peternakan domba dalam sejarah dan budaya Faroe.
Dengan segala keunikan dan pesonanya, Kepulauan Faroe tetap menjadi salah satu tempat yang menakjubkan di dunia, menawarkan kombinasi langka antara keindahan alam, kekayaan sejarah, dan tradisi yang kuat.
Sumber : Youtube