Indonesia: Negeri Kaya yang Menyimpan LukaIndonesia: Negeri Kaya yang Menyimpan Luka

Berita Dunia Terkini – Indonesia, negeri yang kaya akan sumber daya alam, adalah rumah bagi tambang emas terbesar di dunia di Papua, cadangan gas dan minyak di Sumatera, batu bara yang melimpah di Kalimantan, serta laut yang mampu memberi makan jutaan jiwa. Tanahnya subur, alamnya melimpah, dan masyarakatnya terdiri dari ratusan suku serta bahasa yang terikat dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika—berbeda-beda tapi tetap satu.

Namun, di balik panorama indah dan kekayaan alam, tersembunyi luka yang jarang dibicarakan. Ini bukan tentang keindahan alam atau potensi pariwisata, tetapi tentang sejarah kelam dan ketidakadilan yang membekas dalam perjalanan bangsa ini.

Tragedi Trisakti: Tembakan di Tengah Jeritan

12 Mei 1998, Jakarta bergetar bukan karena gempa, melainkan oleh jeritan mahasiswa yang memperjuangkan keadilan. Mereka bukan kriminal, bukan pemberontak—mereka adalah mahasiswa Universitas Trisakti yang turun ke jalan demi perubahan. Mereka menuntut harga turun, korupsi di hentikan, dan pemerintahan yang adil.

Namun, yang mereka terima bukan dialog, melainkan peluru. Empat mahasiswa gugur di tanah airnya sendiri, ditembak oleh aparat yang seharusnya melindungi. Tragedi Trisakti tak hanya meninggalkan duka, tapi menjadi simbol betapa bahayanya kekuasaan yang takut dikoreksi. Hingga kini, keadilan bagi mereka masih belum juga datang.

Kemegahan yang Menyembunyikan Nestapa

Sering kali, keindahan Indonesia hanya menjadi hiasan dalam pidato pejabat dan brosur pariwisata. Namun bagi sebagian besar rakyatnya, hidup bukanlah tentang keindahan, tapi perjuangan untuk bertahan. Di balik slogan “kemajuan”, ada sistem yang rusak, keadilan yang timpang, dan harapan yang memudar.

Korupsi: Warisan yang Terus Hidup

Korupsi di Indonesia bukan sekadar tindak pidana—ia telah menjadi budaya. Dari tingkat desa hingga pejabat tinggi, uang rakyat sering kali di perlakukan seperti milik pribadi. Dana bantuan di potong, proyek di gelembungkan, dan dana pendidikan di abaikan. Ironisnya, seorang menteri bisa korupsi triliunan dan hanya menerima hukuman ringan, sementara rakyat kecil bisa dipenjara bertahun-tahun hanya karena mencuri karena lapar.

Keadilan: Barang Mewah di Negeri Sendiri

Di negeri ini, keadilan bisa dibeli. Punya uang, hukum bisa di putar. Punya koneksi, pasal bisa di cari celahnya. Sementara rakyat biasa? Mereka hanya bisa berharap, meski sering kali harapan itu sia-sia. Vonis bisa datang bahkan sebelum persidangan benar-benar di mulai. Anak petani bisa di penjara tanpa bukti kuat, sementara anak pejabat bisa bebas meski bukti menumpuk.

Ketika Masyarakat Mengambil Alih Keadilan

Ketika kepercayaan pada hukum sirna, masyarakat pun mulai mengambil alih keadilan dengan cara mereka sendiri. Main hakim sendiri menjadi hal biasa. Pelaku kejahatan di pukuli, di bakar, di hakimi tanpa proses. Karena mereka tahu, jika diserahkan ke aparat, pelaku bisa bebas esok hari.

Pahlawan Tanpa Apresiasi: Guru Honorer di Pelosok Negeri

Di balik proyek-proyek megah, ada suara lirih dari ruang kelas berdinding kayu nyaris rubuh. Seorang guru honorer mengajar lima mata pelajaran, merangkap wali kelas, tapi hanya menerima gaji ratusan ribu rupiah bahkan ada yang di bayar Rp100.000 per bulan dan di terima setiap empat bulan sekali.

Sementara itu, para pejabat menikmati gaji puluhan juta, fasilitas lengkap, dan kunjungan kerja yang mewah. Mereka lupa bahwa di luar sana, para guru itulah yang membentuk masa depan bangsa dengan kapur, papan tulis, dan doa.

Anak Negeri yang Menapaki Jalan Berduri

Masih banyak anak-anak yang harus berjalan berkilo-kilometer ke sekolah, menyeberangi sungai tanpa jembatan, dan belajar di kelas tanpa atap. Namun saat mereka tumbuh, mereka sadar bahwa ijazah bukan jaminan masa depan. Lowongan kerja menuntut koneksi, bukan kompetensi. Biaya hidup terus naik, sementara peluang makin sempit.

Akhirnya, banyak yang menyerah dan menempuh jalan gelap. Bukan karena mereka ingin, tapi karena sistem memaksa. Kurir narkoba, penipu pinjol, pencuri motor—mereka bukan hanya pelaku, tapi juga korban dari sistem yang timpang dan kehidupan yang menyesakkan.

Hubungan Rakyat dan Negara: Antara Curiga dan Ketidakpercayaan

Hubungan antara rakyat dan pemerintah kini seperti dua kutub yang saling curiga. Masyarakat kerap melanggar aturan karena tak merasa di lindungi. Pemerintah menegakkan hukum, tapi rakyat merasa ditindas. Negara sering hadir, tapi tidak adil. Aparat lamban, birokrasi menyulitkan, dan keadilan terasa jauh dari jangkauan.

Indonesia Belum Mati, Tapi Sedang Diuji

Indonesia belum mati. Namun, ia sedang di uji. Seberapa kuat nyali bangsa ini? Seberapa teguh harapan rakyatnya?

Indonesia adalah negeri yang besar, tapi juga negeri yang sedang sakit. Penyakitnya bukan sekadar ekonomi atau pendidikan, melainkan sistem yang membiarkan ketidakadilan tumbuh dan berkembang.

Kini saatnya bertanya: apa harapanmu untuk Indonesia? Apa peran yang bisa kita ambil untuk menyembuhkan negeri ini?

Karena pada akhirnya, masa depan Indonesia bukan hanya milik pejabat atau penguasa, tapi milik kita semua yang mencintainya, walau dengan luka yang belum sembuh.

Sumber : Youtube.com

By ALEXA