Berita Dunia Terkini – Pernahkah Anda mendengar istilah Hikikomori? Mungkin banyak yang belum familiar dengan istilah ini di Indonesia, namun di Jepang, Hikikomori telah menjadi fenomena sosial yang cukup serius. Istilah ini menggambarkan individu, terutama remaja dan dewasa muda, yang memilih menarik diri dari kehidupan sosial dan mengisolasi diri dalam ruangan mereka. Fenomena ini telah menjadi perhatian dunia, khususnya di Jepang, di mana ia di anggap sebagai masalah sosial yang endemik.
Apa Itu Hikikomori?
Hikikomori adalah sebuah istilah yang di gunakan di Jepang untuk menggambarkan individu yang memilih untuk mengisolasi diri dari dunia luar, termasuk dari keluarga dan teman-teman. Mereka biasanya menolak untuk bersekolah, bekerja, atau berpartisipasi dalam aktivitas sosial, dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, di dalam kamar mereka. Psikiater Jepang, Tamaki Saito, pertama kali memperkenalkan konsep ini dalam bukunya Hikikomori: Adolescence Without End pada tahun 1998. Secara harfiah, kata Hikikomori berasal dari “hiki” yang berarti menarik diri, dan “komori” yang berarti terkurung.
Penyebab Munculnya
Fenomena Hikikomori pertama kali mencuat di Jepang pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, pada saat negara tersebut mengalami masa stagnasi ekonomi yang dikenal dengan sebutan The Lost Decade. Stagnasi ekonomi ini memberikan tekanan besar kepada generasi muda, yang merasa terjebak dalam harapan besar masyarakat untuk mencapai kesuksesan. Hikikomori dipandang sebagai reaksi terhadap tekanan sosial yang tinggi dan harapan yang tidak realistis dalam hal akademis maupun pekerjaan.
Namun, seiring berjalannya waktu, fenomena ini tidak hanya terbatas di Jepang, tetapi mulai ditemukan di berbagai negara lain, seperti Korea Selatan, Taiwan, Amerika Serikat, Italia, dan bahkan Indonesia. Hikikomori kini dianggap sebagai fenomena global yang terjadi di berbagai negara dengan perbedaan budaya yang besar.
Karakteristik Utama Hikikomori
Terdapat beberapa ciri khas yang umum pada individu Hikikomori, antara lain:
- Menghindari Aktivitas di Luar Rumah
Individu Hikikomori cenderung menolak untuk pergi ke sekolah atau bekerja, serta menghindari kegiatan sosial. Hal ini menjadi tanda pertama bahwa seseorang mungkin sedang mengalami Hikikomori. - Isolasi Sosial yang Berkepanjangan
Mereka memilih untuk tinggal di kamar mereka selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun tanpa berinteraksi dengan orang lain. Pada kasus yang ekstrem, mereka mungkin tetap terisolasi selama bertahun-tahun. - Pola Tidur yang Tidak Teratur
Banyak individu memiliki pola tidur yang sangat berantakan, seperti begadang semalaman dan tidur sepanjang hari. Hal ini sering dipengaruhi oleh kurangnya aktivitas dan gangguan pada ritme biologis mereka. - Ketidakmampuan Menghadapi Tekanan Sosial
Individu Hikikomori sering kali merasa cemas atau takut untuk berinteraksi dengan orang lain. Rasa takut ini biasanya berasal dari pengalaman buruk, seperti kegagalan akademis atau trauma sosial, seperti perundungan. - Kehilangan Minat pada Kehidupan Nyata
Mereka juga cenderung kehilangan minat terhadap aktivitas sehari-hari, seperti berhubungan dengan orang lain atau mengejar hobi, serta merasa putus asa atau tidak termotivasi untuk berubah.
Hikikomori Pasca-Pandemi
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada tahun 2020 memperburuk fenomena ini. Dengan adanya isolasi sosial yang di paksakan, banyak orang yang mulai mengembangkan kecenderungan untuk menarik diri dari kehidupan sosial. Sebuah survei yang dilakukan pada November 2022 oleh lembaga anak dan keluarga di Jepang menyatakan bahwa lebih dari sepertiga responden berusia 15-39 tahun mengalami isolasi sosial pasca-pandemi, dengan lebih dari 20% melaporkan bahwa pandemi adalah pemicu utama fenomena Hikikomori.
Hikikomori di Luar Jepang
Meskipun fenomena ini berawal di Jepang, Hikikomori kini telah di temukan di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara seperti Korea Selatan, Taiwan, Amerika Serikat, Spanyol, Italia, dan Kanada. Di beberapa negara tersebut, Hikikomori memiliki istilah berbeda, misalnya di Korea Selatan di kenal dengan nama HONJOK, dan di Italia di kenal dengan istilah Ritiro Sociale. Dalam banyak kasus, fenomena ini menunjukkan pola yang serupa meskipun ada perbedaan dalam budaya dan nama.
Di Indonesia sendiri, ada fenomena yang hampir serupa dengan Hikikomori, yang di kenal dengan istilah NOLEP. Istilah ini sering di gunakan untuk menggambarkan seseorang yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah tanpa bekerja, sekolah, atau bersosialisasi dengan orang lain.
Penyebab dan Dampak Sosial
Ada beberapa faktor yang di yakini mempengaruhi munculnya fenomena Hikikomori, salah satunya adalah tekanan sosial yang sangat tinggi. Di Jepang, norma sosial yang kaku, harapan tinggi dari orang tua, dan budaya rasa malu sering kali menciptakan ketegangan psikologis pada generasi muda. Tak jarang, mereka merasa gagal jika tidak dapat memenuhi harapan masyarakat, yang kemudian memicu keinginan untuk menarik diri dan mengisolasi diri dari dunia luar.
Selain faktor sosial, tekanan mental seperti kecemasan dan depresi juga berperan penting dalam fenomena ini. Banyak individu yang merasa terjebak dalam kondisi kehidupan mereka, sehingga mereka memilih untuk menghindari dunia luar sebagai bentuk pelarian.
Menghadapi Fenomena Hikikomori
Hikikomori bukanlah sebuah gangguan mental yang terisolasi, melainkan sebuah fenomena sosial yang di pengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tanda-tanda awal dan memberikan dukungan kepada individu yang mungkin sedang menghadapi kondisi ini. Pendekatan yang lebih sensitif terhadap masalah mental dan budaya dapat membantu mencegah isolasi sosial yang lebih lama dan lebih mendalam.
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menunjukkan tanda-tanda , penting untuk mencari bantuan dari ahli psikologi atau psikiater yang dapat memberikan dukungan dan intervensi yang tepat.
Sumber : youtube