Berita Dunia Terkini – Pada 20 Januari 2025, Donald Trump resmi di lantik kembali sebagai Presiden Amerika Serikat untuk masa jabatan kedua. Momen ini tidak hanya menandai kembalinya Trump ke Gedung Putih, tetapi juga mengangkat Elon Musk seorang tokoh teknologi dan bisnis terbesar di dunia sebagai salah satu pemain kunci dalam arena politik global.
Elon Musk: Dari Teknologi ke Politik
Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, serta pemilik platform sosial X dan perusahaan teknologi lainnya, telah membangun kekayaannya dengan mendominasi berbagai industri terdepan. Mulai dari mobil listrik, kecerdasan buatan, internet satelit, hingga neuroteknologi, pengaruh Musk hampir tidak terbatas. Keberhasilannya dalam dunia bisnis tidak hanya menciptakan kemajuan teknologi, tetapi juga membawanya ke medan politik. Musk, yang di kenal dengan pandangan dan tindakannya yang kontroversial, telah memanfaatkan pengaruh politiknya. Khususnya dengan mendukung Donald Trump dalam pemilihan presiden 2024.
Dukungan Musk untuk Trump: Strategi Politik yang Ambisius
Kembali terpilihnya Trump tidak lepas dari dukungan besar yang di berikan oleh Musk. Dilaporkan bahwa Musk menggelontorkan dana hingga 277 juta dolar AS, atau lebih dari Rp 4,5 triliun, untuk mendukung kampanye Trump. Selain itu, Musk meluncurkan program lotre yang menjanjikan hadiah 1 juta dolar setiap hari hingga hari pemilihan, yang menuai kritik karena di anggap sebagai cara membeli suara. Namun, Musk membela langkah tersebut dengan menyebutnya sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.
Keberhasilan Trump kembali ke kursi presiden diduga turut memperkuat posisi Musk dalam pemerintahan AS. Setelah Trump terpilih, saham Tesla melambung lebih dari 50%, menandakan respons positif pasar terhadap hubungan antara Musk dan Trump. Tidak hanya itu, Musk juga berhasil mendapatkan posisi baru dalam pemerintahan Trump yang mengarahkannya ke jalur politik yang lebih tinggi, yaitu menjadi pemimpin departemen efisiensi pemerintah.
Musk dan Politik Eropa: Campur Tangan yang Kontroversial
Setelah sukses mendukung Trump, Musk tidak hanya puas dengan pengaruh politik di Amerika Serikat. Ia mulai merambah ke Eropa, khususnya Jerman, dengan memberikan dukungan terbuka terhadap Partai Alternatif untuk Jerman (AfD), yang dikenal sebagai partai sayap kanan. Musk bahkan terlibat dalam percakapan langsung selama satu jam dengan pemimpin AfD, Alice Weidel, melalui platform X.
Tindakan Musk ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan politisi Eropa, termasuk dari Prancis, Spanyol, dan Norwegia, yang merasa bahwa dukungan Musk dapat merusak demokrasi. Selain itu, Musk juga melontarkan kritik tajam terhadap para pemimpin Eropa. Seperti menyebut Kanselir Jerman sebagai “bodoh” dan Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak, terlibat dalam pemerkosaan karena dianggap gagal mencegah kejahatan di Inggris. Sikap ini semakin memperjelas kecenderungannya yang mendukung politik sayap kanan.
Sayap Kanan vs Sayap Kiri: Pola Pikir Musk dalam Politik
Musk di ketahui memiliki pandangan politik yang sangat mendukung sayap kanan. Politik sayap kanan biasanya mendukung kebebasan ekonomi, tradisi, dan peran minim pemerintah dalam bisnis. Namun, dalam versi ekstremnya, politik ini juga sering kali menolak keberagaman dan mendukung tindakan keras terhadap kelompok tertentu. Sebaliknya, politik sayap kiri lebih fokus pada kesetaraan, hak asasi manusia, dan intervensi pemerintah untuk menciptakan keadilan sosial.
Musk tidak hanya mengkritik pemimpin-pemimpin Eropa, tetapi juga menyerang politisi berhaluan kiri di negara lain. Ia pernah memprediksi bahwa Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, yang di kenal dengan kebijakan kiri, akan lengser—dan benar saja, Trudeau kemudian mengundurkan diri. Musk juga pernah mengkritik Presiden Venezuela, Nicolás Maduro, yang berasal dari kalangan kiri, dengan tuduhan kecurangan pemilu. Bahkan, Musk menolak untuk memblokir akun-akun yang menyebarkan hoaks tentang kandidat presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, yang berhaluan kiri.
Politik Global: Pengaruh Musk dan Ideologi Trump
Dukungan Musk terhadap politik sayap kanan yang ekstrem memunculkan spekulasi bahwa ia mungkin mengikuti jejak Donald Trump dengan mengusung ideologi populis dan ekstremisme sayap kanan. Gerakan “Make America Great Again” yang di populerkan Trump adalah gerakan populis yang menyerang politisi yang berseberangan. Memanfaatkan ketidakpuasan rakyat, dan mendorong ideologi yang lebih konservatif dan terkadang ekstrim. Keberpihakan Musk terhadap tokoh-tokoh kanan garis keras menambah spekulasi bahwa Musk berusaha memperluas pengaruh politik Trump ke seluruh dunia.
Resiko Global: Mengancam Stabilitas dan Demokrasi?
Tindakan Musk, yang mendukung tokoh-tokoh populis dan ekstremis, membawa risiko besar bagi stabilitas politik global. Beberapa negara Eropa, yang akan menghadapi pemilihan penting, mulai khawatir bahwa Musk dapat mencampuri urusan politik negara lain, seperti yang terjadi di Jerman, Inggris, dan Brasil. Sementara bagi banyak orang Amerika, tindakan Musk mungkin di anggap sebagai bagian dari kebebasan berbicara. Namun di Eropa, dukungan Musk terhadap populisme radikal di lihat sebagai ancaman terhadap nilai-nilai demokrasi yang di bangun dengan susah payah selama bertahun-tahun.
Eropa, yang masih di hantui trauma sejarah dari ekstremisme sayap kanan, terutama dari era fasisme dan Nazisme, melihat dukungan Musk terhadap politik sayap kanan sebagai ancaman terhadap kebebasan dan demokrasi. Reaksi ini semakin tajam setelah pelantikan Trump, di mana Musk bahkan di kritik karena di anggap mendukung simbol-simbol ekstremisme.
Masa Depan Politik Musk: Agenda Pribadi atau Misi Tersembunyi?
Kini, Musk berada di persimpangan jalan. Apakah ia hanya menjalankan agenda pribadinya dalam memperluas kekuasaan dan pengaruh. Ataukah ia tengah membawa misi tersembunyi untuk memperluas ideologi Trump ke seluruh dunia? Hanya waktu yang akan menjawab, namun satu hal yang pasti: pengaruh Musk dalam politik global telah mengubah cara dunia memandang hubungan antara teknologi, kekuasaan, dan demokrasi.
Banyak pihak yang merasa cemas dengan peran Elon Musk dalam politik internasional. Pemerintah Australia bahkan telah mengeluarkan pernyataan keras agar Musk tidak ikut campur dalam urusan pemilu di negara tersebut. Mengingat Musk sebelumnya telah berselisih dengan pemerintah Australia terkait kebijakan misinformasi di media sosial.
Apapun motivasi di balik tindakan Musk, satu hal yang jelas: ia telah menempatkan dirinya sebagai salah satu tokoh yang paling berpengaruh, sekaligus kontroversial, dalam politik global saat ini.
Sumber : Youtube