Di Balik Kebakaran Israel: Hutan Buatan, Sejarah yang TerhapusDi Balik Kebakaran Israel: Hutan Buatan, Sejarah yang Terhapus

Berita Dunia Terkini – Menjelang akhir tahun 2025, langit Israel berubah menjadi neraka menyala. Dalam hitungan hari, lebih dari 5.000 hektar lahan terbakar habis luasnya setara dua kali Kota Bukittinggi di Sumatera Barat. Kebakaran itu memaksa ribuan warga mengungsi, dari utara hingga selatan. Lidah api melahap hutan-hutan, lahan kering, bahkan mendekati kawasan pemukiman.

Namun, ini baru awal dari malapetaka. Tak lama setelah api mulai padam, badai pasir menyapu wilayah selatan. Kota Beersheba dan Gurun Negev diliputi langit kecoklatan. Angin berhembus hingga 100 km/jam, menurunkan jarak pandang drastis. Suhu melonjak ke 39°C, dan kelembaban anjlok di bawah 10%. Kombinasi maut ini menyulut kobaran api baru yang lebih liar dan tak terkendali, mengancam wilayah Yerusalem dan Modi’in.

Ketika Tanah yang Hilang Terbakar Lagi

Ironisnya, tragedi ini datang bertepatan dengan 15 Mei—hari yang di rayakan Israel sebagai Hari Kemerdekaan, tetapi di peringati Palestina sebagai Nakbah (malapetaka). Pada hari ini, rakyat Palestina mengenang saat rumah mereka di hancurkan, keluarga mereka di usir, dan desa-desa mereka dihapus dari peta oleh proyek kolonial Zionis.

Yang tidak banyak di sadari publik internasional: sebagian besar lahan yang terbakar adalah bekas desa-desa Palestina yang di hancurkan setelah tahun 1948. Desa-desa ini dulu subur dan produktif. Palestina dikenal sebagai tanah pertanian yang kaya—dari Gaza hingga Galilea—dengan produksi jeruk, zaitun, gandum, anggur, bahkan kapas.

Namun, setelah pendirian negara Israel, ratusan ribu warga Palestina di usir, dan ribuan desa di hancurkan. Tanah mereka kemudian “di hijaukan” oleh proyek-proyek seperti milik Jewish National Fund (JNF)—yang menanam jutaan pohon pinus di atas reruntuhan desa.

Proyek Hijau yang Menyembunyikan Luka

Apa yang disebut sebagai penghijauan oleh Israel sesungguhnya adalah proyek penghapusan sejarah. Hutan-hutan buatan ini menutupi sisa-sisa rumah, ladang, dan jejak budaya Palestina. Banyak desa Palestina di hancurkan dan reruntuhannya di kubur di bawah “hutan lindung”. Ironisnya, para petani Palestina dilarang kembali ke tanah mereka karena sekarang di klaim sebagai kawasan konservasi.

Lebih menyakitkan lagi, beberapa taman nasional dan tempat wisata di bangun tepat di atas reruntuhan desa Palestina, bahkan memorial Holocaust sekalipun. Ini menjadi bentuk paling nyata dari penjajahan hijau—menggunakan lingkungan hidup sebagai alat dominasi politik.

Pinus, Ilusi Hijau, dan Risiko Ekologis

Sebagian besar hutan buatan ini di tanami pohon pinus—pohon non-pribumi yang cepat tumbuh, namun sangat mudah terbakar dan merusak ekosistem lokal. Pinus menghasilkan daun jarum yang asam dan mematikan bagi banyak spesies, membuat tanah tidak subur, dan menghalangi keanekaragaman hayati. Hutan-hutan ini bukanlah pelindung alam, melainkan ladang korek api yang siap terbakar saat cuaca ekstrem datang.

Kasus ini bukan yang pertama. Pada 2010, kebakaran hutan Karmel menewaskan 44 orang. Api menyebar cepat melalui hutan pinus buatan. Kini, pada 2025, sejarah kembali terulang, tapi dengan skala yang jauh lebih brutal.

Menyalahkan Korban, Menghapus Sejarah

Dalam banyak kasus, pemerintah Israel justru menuduh warga Palestina atau kelompok perlawanan sebagai pelaku pembakaran. Narasi ini terus di ulang, meski para ahli lingkungan telah lama memperingatkan bahwa proyek penghijauan Israel adalah kegagalan ekologis.

Data menunjukkan bahwa lebih dari 90% hutan di Israel terdiri dari pohon non-pribumi, dan 89% di antaranya adalah pinus. Proyek ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga menghancurkan budaya dan ekonomi rakyat Palestina.

Tanah yang Marah dan Mengingat

Para petani Palestina sebelum 1948 memiliki metode bertani yang harmonis dengan alam: ladang bertingkat, pohon zaitun tahan kekeringan, dan sistem irigasi tradisional seperti qanat. Mereka menjaga tanah tanpa teknologi canggih, namun dengan kearifan lokal yang tinggi. Tapi tanah itu kini berubah menjadi hutan pinus yang tidak produktif dan rentan terbakar.

Kebakaran kali ini seolah menjadi peringatan. Alam tidak memihak siapa pun—tidak peduli Arab atau Yahudi. Tanah yang salah urus akan terbakar. Dan kebohongan ekologis yang di tanam selama lebih dari 75 tahun kini menuai balasannya.

Penutup: Api Sebagai Pengingat

Tragedi kebakaran besar di Israel bukan semata-mata bencana iklim. Ia adalah refleksi dari kesalahan sejarah, dari kolonialisme yang menyamar sebagai konservasi, dan dari proyek penghijauan yang menyembunyikan luka. Ketika api menyapu hutan buatan itu, ia tidak hanya membakar pohon—tetapi juga membongkar narasi palsu dan menguak jejak yang selama ini berusaha di hapus.

Sumber : Youtube.com

By ALEXA