Berita Dunia Terkini – Belanda adalah negara kecil di Eropa Barat, terletak di antara Belgia dan Jerman. Meski berada di wilayah rawan bencana banjir akibat Laut Utara yang terus menerjang, Belanda telah berhasil mengubah tantangan ini menjadi salah satu pencapaian teknik dan rekayasa terbesar dalam sejarah dengan reklamasi.
Artikel ini mengupas bagaimana Belanda menghadapi ancaman banjir dan cara mereka mereklamasi tanah dari laut untuk menciptakan wilayah subur dan aman.
Banjir Mengerikan di Tahun 1916: Awal dari Perubahan Besar
Pada Januari 1916, Belanda menghadapi bencana besar ketika angin kencang dari Laut Utara mendorong air laut ke Zoderze. Beberapa daerah mengalami kenaikan air hingga 70 cm, menimbulkan tekanan besar pada tanggul-tanggul.
Akibatnya, tanggul-tanggul jebol, air membanjiri lahan rumput dan desa, menyebabkan puluhan orang tewas dan ribuan kehilangan rumah. Pada saat bersamaan, Belanda menghadapi dampak ekonomi dari Perang Dunia I yang melanda seluruh Eropa.
Zoderze, sebuah wilayah seluas 5000 km² dengan kedalaman 4 hingga 5 meter, adalah pintu masuk Laut Utara ke Belanda. Wilayah ini menjadi langganan banjir besar yang menghancurkan, dan bencana 1916 merupakan salah satu yang terburuk. Kejadian ini memicu pemerintah Belanda merancang rencana ambisius untuk mengatasi masalah tersebut.
Revolusi Reklamasi
Bencana banjir memaksa Belanda mencari solusi berkelanjutan. Pemerintah merespons dengan merancang proyek reklamasi besar untuk mengubah laut menjadi danau dan menciptakan lahan pertanian luas. Proyek ini bertujuan mengatasi kelangkaan pangan serta mengurangi risiko banjir.
Rencana reklamasi mencakup pembangunan tanggul untuk menutup area yang terkena dampak banjir dan mengubahnya menjadi lahan produktif.
Proyek terkenal adalah reklamasi Bimster pada 1612, di mana 43 kincir angin digunakan untuk mengeringkan air dan menciptakan lahan pertanian. Proyek ini menjadi cikal bakal tren reklamasi di Belanda yang terus berkembang hingga kini.
Dari Danau Almere ke Polder Flevoland
Sekitar 10.000 tahun lalu, setelah berakhirnya zaman es terakhir, es yang mencair membentuk Laut Utara dan danau besar di pusat Belanda.
Danau ini, dikenal sebagai Lakus Flevo pada zaman Romawi dan kemudian Almere, sering mengalami banjir besar. Melalui berabad-abad perjuangan melawan banjir, Belanda menjadi ahli dalam pengelolaan air.
Pada abad ke-17, Zaman Keemasan Belanda menjadikan negara ini salah satu yang terkaya dan terkuat di dunia berkat perdagangan VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda).
Namun, berlayar di perairan Zederze yang dangkal dan berbahaya tetap tantangan besar. Proyek reklamasi Bimster menjadi langkah awal penting dalam memanfaatkan lahan yang sebelumnya ditenggelami air.
Proyek Reklamasi Modern
Perubahan signifikan terjadi pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 dengan pengenalan teknologi baru seperti mesin uap. Pada 1848, setelah revolusi Eropa, Belanda mulai berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur dan proyek reklamasi.
Pada 1920, konstruksi tanggul Afscheiding dimulai, sebuah proyek monumental untuk mengubah laut menjadi danau dan membuat lahan pertanian baru.
Selama Perang Dunia II, Belanda melanjutkan proyek reklamasi meskipun menghadapi kekurangan tenaga kerja dan pendudukan Jerman.
Setelah perang, fokus beralih pada rekonstruksi, termasuk penyelesaian proyek reklamasi Polder Timur Laut dan Polder Selatan pada 1957.
Polder-polder ini menciptakan wilayah baru signifikan, termasuk provinsi Flevoland yang kini merupakan bagian penting dari Belanda.
Inovasi Kontemporer dan Masa Depan Reklamasi
Belanda terus berinovasi dalam pengelolaan air, termasuk penciptaan bangunan amfibi yang dapat mengapung saat banjir.
Negara ini juga menghadapi tantangan baru dengan beberapa danau yang masih ada, serta keinginan untuk melindungi wilayah yang telah direklamasi.
Meski beberapa proyek reklamasi belum sepenuhnya terwujud, Belanda tetap menjadi contoh utama dalam pengelolaan air dan pengendalian banjir.
Sumber : Youtube