Berita Dunia Terkini – Hampir semua negara di Timur Tengah telah mengalami kehancuran tragis akibat konflik bersenjata, kecuali satu: Arab Saudi. Negara-negara seperti Irak, Afghanistan, dan Libya telah merasakan dampak yang menghancurkan dari peperangan. Banyak di antaranya di sebabkan oleh campur tangan kekuatan Barat, terutama Amerika Serikat dan Eropa. Intervensi ini sering kali di dorong oleh keinginan untuk menguasai sumber daya alam. Meninggalkan dampak yang jauh dan mendalam bagi proses pemulihan negara-negara tersebut.
Serangan Amerika Serikat terhadap Irak pada tahun 2003, misalnya, di laksanakan tanpa mandat PBB dan di dasarkan pada tuduhan yang tidak pernah terbukti mengenai senjata pemusnah massal. Hasilnya, Irak hancur berkeping-keping, dan hingga saat ini, lebih dari dua dekade kemudian, negara ini masih bergelut dengan krisis ekonomi. Meski memiliki cadangan minyak terbesar di dunia, 24% populasi Irak hidup di bawah garis kemiskinan, dengan sebagian besar keuntungan minyak mengalir ke perusahaan asing.
Nasib Serupa di Afghanistan dan Libya
Afghanistan mengalami nasib serupa setelah serangan teror 11 September 2001, yang memicu invasi AS untuk menggulingkan Taliban. Meskipun Taliban berhasil di jatuhkan, konflik berkepanjangan membuat ekonomi Afghanistan sangat bergantung pada bantuan luar negeri, yang menyumbang sekitar 75% dari anggaran nasional. Kembali ke kekuasaan pada tahun 2021, Taliban meninggalkan negara tersebut dalam kondisi ekonomi yang semakin parah, dengan 97% penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan.
Libya pun tidak luput dari dampak intervensi Barat. Pada tahun 2011, NATO menggulingkan Muammar Gaddafi, tetapi hasilnya adalah kehancuran dan kekacauan. Meski memiliki cadangan minyak yang signifikan, rakyat Libya kini hidup dalam kemiskinan dan harga-harga kebutuhan dasar melonjak tajam. Dari kondisi sejahtera di bawah Gaddafi, banyak warga Libya kini terjebak dalam perebutan kekuasaan oleh berbagai faksi.
Suriah: Kerusuhan yang Tak Berujung
Konflik di Suriah dimulai dari protes damai pada tahun 2011 dan berubah menjadi perang saudara yang melibatkan kekuatan internasional. Dukungan dari AS dan negara-negara Eropa kepada kelompok-kelompok tertentu memperburuk keadaan, menghancurkan ekonomi Suriah. Saat ini, lebih dari 80% populasi Suriah hidup di bawah garis kemiskinan, dan sanksi ekonomi yang dijatuhkan AS semakin memperparah keadaan. Ratusan ribu orang terpaksa mengungsi, baik ke negara lain maupun sebagai pengungsi internal, sementara fasilitas publik seperti rumah sakit dan sekolah hancur.
Arab Saudi: Sekutu Barat yang Stabil
Di tengah kekacauan ini, Arab Saudi berdiri sebagai negara yang relatif stabil, menjalin hubungan erat dengan negara-negara Barat. Sejak era Perang Dunia II, Saudi telah membangun aliansi strategis dengan AS, menjamin keamanan kerajaan sambil menyediakan pasokan minyak yang stabil. Keamanan ini sangat penting bagi Saudi, terutama dalam konteks persaingan sektarian dengan Iran, yang dipandang sebagai ancaman.
Ekonomi Arab Saudi sangat bergantung pada minyak, yang menyumbang sekitar 50% dari produk domestik bruto dan 90% dari ekspor. Ketergantungan ini mendorong hubungan diplomatik yang erat dengan Barat, meskipun Saudi kini berusaha untuk mengurangi ketergantungan tersebut dengan melakukan diversifikasi ekonomi.
Reformasi dan Modernisasi
Meskipun memiliki hubungan yang dekat dengan Barat, Arab Saudi menghadapi tekanan untuk meningkatkan catatan HAM dan melakukan reformasi sosial. Di bawah kepemimpinan Raja Salman dan Putra Mahkota Muhammad bin Salman, berbagai reformasi telah di perkenalkan. Mulai dari mengizinkan perempuan mengemudi hingga membuka bioskop. Langkah-langkah ini bertujuan untuk memperbaiki citra internasional dan menarik lebih banyak investasi, sekaligus menunjukkan kemampuan kerajaan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman.
Strategi di Tengah Ketidakpastian
Kedekatan Arab Saudi dengan Barat dapat di pahami sebagai hasil dari keseimbangan kepentingan strategis, ekonomi, dan keamanan. Dengan mempertahankan aliansi ini, Arab Saudi berharap dapat melindungi stabilitas domestik dan mendorong modernisasi. Di sisi lain, negara-negara Timur Tengah lainnya yang menolak untuk tunduk pada kepentingan Barat sering kali menjadi sasaran konflik, menyoroti kompleksitas dinamika geopolitik di kawasan ini.
Sumber : Youtube