Berita Dunia Terkini – Selama beberapa dekade, dolar Amerika Serikat telah menduduki posisi sentral dalam perdagangan ekonomi global. Mata uang ini bukan hanya sekadar alat transaksi, tetapi telah menjadi simbol kekuatan ekonomi yang diinginkan dan dihormati oleh hampir setiap negara di dunia. Namun, menjelang tahun 2024, kondisi ini mulai berubah. Banyak negara mulai mengurangi ketergantungan mereka terhadap dolar, yang menimbulkan kemarahan di kalangan pemimpin Amerika, termasuk mantan Presiden Donald Trump.
Trump mengeluarkan pernyataan tegas terhadap negara-negara yang berusaha melemahkan posisi dolar, mengancam bahwa mereka tidak akan bisa melakukan transaksi dengan Amerika Serikat. Dia juga mengusulkan kenaikan tarif sebesar 100% untuk negara-negara yang menolak menggunakan dolar. Ancaman ini mencerminkan kekhawatiran yang mendalam tentang masa depan dolar sebagai mata uang dominan.
Perubahan Kesepakatan Minyak
Salah satu faktor yang memperburuk posisi dolar adalah keputusan Arab Saudi untuk mengubah kesepakatan yang telah ada selama lima dekade. Sebelumnya, Saudi hanya menerima dolar dalam transaksi minyak, tetapi kini mereka membuka opsi bagi negara lain untuk membayar dalam berbagai mata uang, termasuk yen, rubel, dan euro. Dengan berakhirnya ketentuan petrodolar, di mana minyak harus dibeli dengan dolar, situasi ini menandakan awal dari perubahan besar dalam lanskap ekonomi global.
Sejarah Dolar Amerika
Untuk memahami situasi ini, penting untuk menelusuri kembali ke sejarah. Setelah Perang Dunia II, dunia berada dalam kondisi ekonomi yang sangat rapuh. Dalam upaya membangun kembali, sistem Bretton Woods di rancang pada tahun 1944, Menjadikan dolar Amerika sebagai acuan dalam perdagangan internasional yang terikat pada cadangan emas. Namun, seiring berjalannya waktu, Amerika Serikat mulai menghadapi masalah defisit yang parah.
Dengan memanfaatkan statusnya sebagai pencetak dolar, Amerika mulai mengekspor inflasi, yang akhirnya mengikis kepercayaan internasional terhadap mata uangnya. Ketegangan ini semakin meningkat ketika pada tahun 1971, Presiden Richard Nixon mengumumkan penghentian konvertibilitas dolar Amerika terhadap emas. Mengakhiri sistem Bretton Woods dan melepaskan dolar dari ikatan emas.
Krisis Energi dan Dolar
Pada tahun 1973, terjadi embargo minyak oleh negara-negara OPEC sebagai protes terhadap dukungan AS kepada Israel. Ini menyebabkan lonjakan harga minyak dan krisis energi global yang semakin melemahkan posisi dolar. Dalam upaya untuk mengatasi masalah ini, Amerika Serikat melakukan negosiasi dengan Arab Saudi, menciptakan kesepakatan petrodolar yang mengharuskan semua transaksi minyak di lakukan dalam dolar.
Kesepakatan ini memberi Amerika Serikat kekuatan untuk mencetak lebih banyak dolar tanpa dampak signifikan terhadap inflasi domestik, memperkuat dominasi dolar di pasar global. Namun, perjanjian ini kini mendekati akhir, dengan Arab Saudi berencana untuk menghentikan penggunaan dolar dalam transaksi minyak setelah 9 Juni 2024.
Masa Depan Dolar dan Tantangan Baru
Dengan berakhirnya era petrodolar, posisi dolar sebagai mata uang dominan di pasar global mulai di pertanyakan. Negara-negara mulai mencari alternatif, dengan yuan China dan euro menjadi kandidat potensial untuk menggantikan dolar. Jika ini terjadi, dampak besar akan di rasakan. Terutama bagi Amerika Serikat yang selama ini telah mengandalkan kekuatan dolar untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi negara lain.
Secara keseluruhan, transisi ini tidak hanya menandai pergeseran dalam sistem keuangan global, tetapi juga membuka babak baru dalam hubungan ekonomi internasional yang lebih beragam dan kompleks. Saat dolar mulai kehilangan kekuatan, dunia akan menyaksikan dinamika baru yang akan membentuk masa depan perdagangan dan politik global.
Sumber : Youtube