Berita Dunia Terkini – Korea Selatan, negara yang dikenal dengan kemajuan pesat dalam industri film, musik, teknologi, dan elektronik, sering kali dipandang sebagai contoh gemerlapnya kemajuan Asia. Namun, di balik layar cemerlang ini terdapat realitas tersembunyi kehidupan penuh tantangan bagi sebagian penduduknya. Artikel ini mengungkap sisi gelap dari kemajuan yang mungkin belum banyak diketahui.
Kemajuan dan Gemerlap Korea Selatan
Korea Selatan, atau Korsel, memang salah satu negara terdepan di Asia dengan industri film dan musik mendunia. Inovasi dalam teknologi, pariwisata, dan otomotif juga bagian integral dari kemajuan negara ini. Semua sektor ini berkontribusi pada citra gemerlap dan modernitas Korsel. Namun, seperti halnya negara maju lainnya, terdapat sisi kehidupan yang tidak seindah yang dipamerkan di layar kaca.
Kehidupan di Bawah Tanah
Di tengah kilauan kota besar Korea Selatan, terdapat kenyataan pahit bernama Banjiha. Banjiha adalah apartemen semi bawah tanah di Seoul dan kota-kota besar lainnya. Ruang tinggal ini menjadi tempat bagi mereka dengan pendapatan rendah dan hidup di bawah garis kemiskinan.
Banjiha di kenal karena ruangnya yang sempit, gelap, dan minim cahaya. Beberapa bagian di rancang sangat rendah, sehingga penghuni harus merunduk untuk menghindari benturan kepala. Kelembaban tinggi selama musim panas membuat suasana semakin tidak nyaman, dengan jamur tumbuh subur dan kondisi kamar yang sering tergenang air serta kotoran. Bau khas yang menyengat menambah penderitaan penghuninya.
Stigma Sosial dan Kondisi Hidup
Hidup di Banjiha tidak hanya menyajikan tantangan fisik, tetapi juga stigma sosial. Di Korsel, rumah dan mobil dianggap simbol kesuksesan, sementara Banjiha dianggap sebagai simbol kemiskinan. Penghuni Banjiha sering mendapatkan cap negatif sebagai orang yang tersisih dari masyarakat.
Ruangan kecil ini awalnya di rancang untuk pelajar yang ingin memiliki ruang pribadi, namun seiring waktu, Banjiha menjadi pilihan bagi pekerja kasar dengan upah rendah yang berusaha menekan pengeluaran dan menabung untuk masa depan yang lebih baik.
Sejarah di Balik Banjiha
Banjiha bukan sekadar representasi kemiskinan di Seoul, melainkan bagian dari sejarah kompleks. Pada 1968, Korea Utara mengirimkan komando untuk membunuh Presiden Korea Selatan saat itu.
Meskipun serangan gagal, ketegangan antara kedua negara terus berlanjut. Pada 1970, pemerintah Korsel mengeluarkan peraturan yang mewajibkan semua bangunan apartemen bertingkat rendah memiliki ruang bawah tanah sebagai bunker darurat.
Ketika masa damai tiba, ruang bawah tanah ini kemudian di sewakan sebagai tempat tinggal murah. Awalnya, penyewaan Banjiha di anggap ilegal, namun krisis perumahan pada 1980-an memaksa pemerintah untuk melegalkan penggunaannya sebagai tempat tinggal.
Tantangan Perumahan dan Solusi Banjiha
Pada 2018, PBB mencatat bahwa meskipun Korea Selatan termasuk dalam daftar 11 negara dengan ekonomi terbesar, negara ini menghadapi masalah serius dalam perumahan yang terjangkau. Perbandingan antara biaya sewa dan pendapatan tetap berada di angka 50% selama beberapa dekade terakhir.
Dengan harga perumahan yang terus meningkat pesat, Banjiha menawarkan solusi terjangkau. Harga sewa bulanan untuk Banjiha sekitar 54.000 Won (sekitar 3 juta rupiah), sementara gaji rata-rata orang berusia 20-an tahun sekitar 2 juta Won (sekitar 1.67 juta rupiah) per bulan.
Korea Selatan mungkin di kenal dengan kecanggihan dan kemajuan teknologinya, tetapi di balik semua itu, Banjiha mengungkapkan cerita yang jarang terungkap sebuah realitas hidup penuh tantangan bagi sebagian besar penduduknya.
Sumber : Youtube