Berita Dunia Terkini – Asia Selatan kerap kali luput dari sorotan utama geopolitik dunia. Namun, kawasan ini menyimpan potensi konflik yang mungkin menjadi salah satu yang paling berbahaya di muka bumi. Dua negara bertetangga—India dan Pakistan—berada dalam kondisi ketegangan yang hampir tidak pernah surut, dan keduanya memiliki senjata nuklir. Apakah persenjataan nuklir ini bisa menjadi jaminan perdamaian? Ataukah justru merupakan bom waktu yang hanya menunggu pemicunya?
Akar Konflik: Warisan dari Pemisahan 1947
Konflik antara India dan Pakistan berakar dari peristiwa besar pemisahan India Britania pada tahun 1947. Saat itu, Pakistan di bentuk sebagai negara bagi umat Muslim, sementara India tetap menjadi negara sekuler dengan mayoritas penduduk Hindu.
Masalah muncul ketika wilayah Kashmir—yang mayoritas penduduknya Muslim—memutuskan untuk bergabung dengan India. Sejak saat itu, Kashmir menjadi sumber konflik yang terus membara. Perang pertama pecah pada 1948, disusul perang besar lainnya pada 1965 dan 1971. Dalam perang terakhir itu, Pakistan bahkan kehilangan wilayah timurnya yang kini menjadi negara Bangladesh.
Perlombaan Senjata Nuklir: Reaksi atas Ketakutan
Setelah kekalahan pada tahun 1971, Pakistan merasa perlu mengejar kekuatan penyeimbang. Maka dimulailah babak baru: perlombaan senjata nuklir. India memulai dengan uji coba nuklir pertamanya pada 1974 yang diberi nama Smiling Buddha. Meski diklaim sebagai uji coba damai, dunia memandangnya sebagai unjuk kekuatan.
Pakistan, yang merasa terancam, mempercepat program nuklirnya secara rahasia, di bantu oleh negara-negara seperti Tiongkok dan Korea Utara. Pada Mei 1998, India kembali menguji beberapa hulu ledak nuklir, yang segera di balas oleh Pakistan dengan uji coba di wilayah Chagai. Dalam waktu dua minggu, Asia Selatan resmi menjadi kawasan dengan dua negara bersenjata nuklir yang saling bermusuhan.
Strategi Nuklir: No First Use vs First Strike
India secara resmi menganut kebijakan No First Use, yang berarti tidak akan menjadi pihak pertama yang menggunakan senjata nuklir. Namun, kebijakan ini bersifat fleksibel dan pernah dipertanyakan dalam situasi tertentu.
Pakistan, sebaliknya, menolak prinsip tersebut dan menyatakan bahwa mereka berhak menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu, terutama jika merasa eksistensinya terancam. Perbedaan strategi ini menciptakan ambiguitas yang berbahaya—setiap kesalahan kalkulasi bisa berubah menjadi bencana.
Kekuatan Nuklir: Keseimbangan yang Rapuh
Saat ini, India memiliki sekitar 160–170 hulu ledak nuklir, sementara Pakistan memiliki sekitar 140–160. India mengembangkan rudal Agni yang dapat menjangkau ribuan kilometer, bahkan hingga Tiongkok. Pakistan mengandalkan rudal seperti Shaheen dan Ghauri yang mampu menjangkau berbagai target strategis di India.
India juga telah membentuk nuclear triad—kemampuan meluncurkan nuklir dari darat, laut, dan udara—dengan kapal selam seperti INS Arihant. Pakistan masih dalam proses mengembangkan kemampuan ini, namun mereka unggul dalam senjata nuklir taktis, yang berukuran lebih kecil dan di rancang untuk digunakan di medan perang. Ironisnya, keberadaan senjata kecil ini justru memperbesar risiko eskalasi konflik.
Konflik-Setengah Perang: Dari Kargil ke Pulwama
Hanya setahun setelah uji coba nuklir tahun 1998, konflik Kargil pecah. Pasukan Pakistan menyusup ke wilayah Kashmir dan menempati titik-titik strategis. India merespons dengan serangan militer penuh, dan dunia menyaksikan dua negara nuklir pertama kali terlibat dalam perang terbuka.
Ketegangan kembali meningkat pada 2019 saat serangan bom bunuh diri di Pulwama menewaskan puluhan tentara India. India membalas dengan serangan udara ke wilayah Pakistan. Jet tempur kedua negara saling menyerang dan militer kembali digerakkan ke perbatasan. Dunia kembali berada di ambang bencana.
Bahaya Salah Paham
Berbeda dengan Amerika Serikat dan Rusia, India dan Pakistan belum memiliki sistem komunikasi krisis atau hotline komando yang memadai. Akibatnya, kesalahan identifikasi atau provokasi dari kelompok militan bisa saja di salahartikan sebagai serangan negara.
Ketakutan terbesar bukanlah niat jahat, tetapi salah paham—dan dalam dunia senjata nuklir, kesalahpahaman bisa berarti kehancuran massal.
Dimensi Global: Konflik Lokal, Dampak Internasional
Konflik India-Pakistan juga tidak bisa di lepaskan dari dinamika global. India kini semakin dekat dengan Amerika Serikat dalam menghadapi pengaruh Tiongkok, sementara Pakistan mempererat hubungan strategis dan militer dengan Tiongkok. Artinya, konflik lokal ini berpotensi menyeret kekuatan besar dunia—menjadikannya bagian dari ketegangan global.
Upaya Perdamaian yang Belum Membuahkan Hasil
Beberapa upaya perdamaian pernah dilakukan, seperti Perjanjian Lahore 1999 yang mengatur transparansi dan pemberitahuan dini terkait uji coba rudal. Namun, implementasinya sering kali gagal karena perubahan politik, tekanan dalam negeri, atau insiden teror yang memicu reaksi militer.
India dan Pakistan juga belum menjadi bagian dari Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) maupun Traktat Pelarangan Senjata Nuklir yang di inisiasi PBB.
Senjata Nuklir: Bukan Sekadar Kekuatan, Tapi Tanggung Jawab
Masa depan Asia Selatan sangat di tentukan oleh keberanian para pemimpinnya untuk memilih dialog daripada dominasi kekuatan. Senjata nuklir mungkin menciptakan keseimbangan, namun itu adalah keseimbangan yang rapuh. Satu kesalahan kecil bisa memicu bencana kemanusiaan yang tidak terbayangkan.
Pada akhirnya, senjata ini bukan hanya soal siapa yang lebih kuat. Tapi soal tanggung jawab. Karena dalam perang nuklir, tidak ada pemenang—yang ada hanya kehancuran bersama.
Sumber : Youtube.com