Berita Dunia Terkini – Selama hampir satu abad, Amerika Serikat berdiri sebagai simbol kekuatan ekonomi dunia. Dalam perang, resesi, hingga pandemi, dolar tetap menjadi jangkar kepercayaan global. Namun, angin perubahan kini mulai bertiup kencang. Total utang nasional Amerika Serikat telah menembus angka mencengangkan: lebih dari 36 triliun dolar AS—setara dengan Rp36.200 triliun. Angka ini melampaui gabungan Produk Domestik Bruto (PDB) dari seluruh benua Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan.
Secara rata-rata, setiap warga Amerika kini memikul beban utang sekitar USD 106.000, atau lebih dari Rp1,7 miliar. Dunia pun mulai bertanya-tanya: sampai kapan sistem ini bisa bertahan?
Kepercayaan Global pada Dolar: Pilar yang Mulai Goyah
Selama ini, dominasi Amerika ditopang oleh satu kepercayaan: “Dolar aman, tidak akan gagal.” Berkat keyakinan ini, negara-negara di dunia menyimpan dolar sebagai cadangan devisa dan rutin membeli surat utang Amerika (US Treasury). Investor global pun melihatnya sebagai aset lebih aman dibandingkan emas.
Namun sejak krisis keuangan 2008, kebiasaan Amerika berutang kian tak terkendali. Pemerintah menerbitkan stimulus besar-besaran untuk menyelamatkan ekonomi, yang meskipun efektif, meningkatkan utang secara drastis. Bahkan pada tahun 2024, beban bunga utang tahunan telah mencapai USD 1,2 triliun, setara lebih dari Rp20.160 triliun.
Dengan suku bunga tinggi dan kepercayaan yang mulai goyah, muncul risiko nyata: apakah dunia masih mau terus meminjamkan uang ke Amerika?
Penurunan Peringkat Kredit dan Potensi Krisis Kepercayaan
Pada April 2025, lembaga pemeringkat Eropa, Scoop Writings, mengeluarkan peringatan akan potensi penurunan peringkat kredit Amerika Serikat. Perang dagang yang kembali memanas di bawah pemerintahan Donald Trump memperburuk sentimen pasar. Risiko besar muncul: jika kepercayaan terhadap dolar runtuh, maka dunia akan memasuki fase ketidakpastian baru.
Dedolarisasi: Ketika Dunia Mulai Berbalik Arah
Sinyal perlawanan terhadap dominasi dolar semakin nyata. Sejak 2021, Cina telah menjual lebih dari USD 340 miliar surat utang AS. Jepang, Jerman, Inggris, bahkan sekutu lama seperti Arab Saudi pun mulai mengeksplorasi penggunaan mata uang lain dalam perdagangan energi dan investasi.
Musuh lama seperti Rusia bergerak cepat: mengganti cadangan devisa dengan euro, yuan, dan emas. Ini bukan lagi sekadar strategi keuangan, melainkan gerakan global menuju dedolarisasi.
Risiko Domino: Ketika Dunia Tak Lagi Membeli Utang Amerika
Jika dunia benar-benar berhenti membeli utang Amerika, pemerintah AS harus mengandalkan pembeli dalam negeri. Akibatnya, imbal hasil (yield) obligasi harus dinaikkan, mungkin hingga 6–10%. Ini akan memicu lonjakan bunga pinjaman rumah, mobil, usaha kecil, dan memukul perekonomian domestik.
Lebih parahnya lagi, inflasi akan melonjak karena dolar yang lemah membuat harga impor meningkat drastis. Pasar saham yang menjadi penopang kekayaan jutaan warga Amerika bisa runtuh, menghapus triliunan dolar kekayaan hanya dalam hitungan bulan.
Pelajaran dari Venezuela: Ketika Negara Kaya Bisa Gagal
Kisah tragis Venezuela menjadi pengingat yang menakutkan. Pada awal abad ke-21, Venezuela adalah negara kaya minyak, namun terjebak dalam jeratan utang. Ketika harga minyak jatuh, ekonomi kolaps, inflasi menembus 1 juta persen, dan rakyatnya terpaksa melarikan diri.
Amerika Serikat mungkin jauh lebih besar dan kompleks, namun tidak kebal terhadap hukum ekonomi yang sama.
Dampak Global: Dari Militer Hingga Politik Dunia
Kekuatan militer Amerika yang selama ini bergantung pada utang—termasuk pembiayaan lebih dari 750 pangkalan militer di 80 negara—terancam terganggu. Jika pendanaan tersendat, kekuatan geopolitik AS pun akan melemah. Negara-negara seperti Rusia, Cina, Iran, hingga Korea Utara bisa menjadi lebih agresif tanpa kehadiran AS sebagai penyeimbang.
Masih Ada Harapan, Tapi Waktunya Terbatas
Amerika masih memiliki banyak kekuatan: inovasi teknologi, sumber daya alam, dan daya tarik budaya. Dolar masih digunakan dalam sebagian besar perdagangan global. Tapi retakan telah terlihat.
Setiap penjualan obligasi oleh Cina. Kesepakatan minyak tanpa dolar. Setiap rapat BRICS membahas mata uang alternatif. Semua adalah sinyal bahwa dominan Amerika tidak lagi abadi.
Kesimpulan: Menghindari Krisis, Bukan Hal Mustahil
Amerika Serikat belum terlambat. Reformasi fiskal, pengendalian pengeluaran, dan kebijakan moneter yang bijak dapat menghindarkan krisis besar. Tapi waktu tidak memihak. Dunia sedang berubah, dan jika Amerika tidak ikut berubah, maka sejarah akan mengulang pola yang sama: kejatuhan karena utang dan kesombongan.
Sumber : Youtube.com