Perang Dagang Amerika Serikat dan Tiongkok Makin TegangPerang Dagang Amerika Serikat dan Tiongkok Makin Tegang

Berita Dunia Terkini – Ketegangan perang perdagangan antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, terus memanas dan belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Perang tarif yang telah berlangsung sejak 2018 kini menjelma menjadi konflik ekonomi global, berdampak besar tidak hanya pada kedua negara, tetapi juga pada rantai pasokan dan pasar internasional.

Amerika Belum Mundur, Tapi Ingin Buka Komunikasi

Meskipun Amerika Serikat belum menarik diri dari perang tarif yang telah dilancarkan, ada sinyal bahwa Washington ingin membuka jalur diplomasi. Pemerintah AS meminta Presiden Tiongkok, Xi Jinping, untuk menghubungi langsung Presiden AS saat itu, Donald Trump. Permintaan ini ditujukan agar kedua pemimpin dapat membahas solusi damai terhadap ketegangan dagang yang terus berlarut.

Langkah ini menandakan bahwa di balik kebijakan keras yang dijalankan Trump, ada kesadaran akan perlunya diplomasi tingkat tinggi untuk meredakan ketegangan. Namun, Tiongkok menanggapi dengan hati-hati.

Tiongkok: Hormat Dulu, Baru Bicara

Menurut laporan dari The Street yang mengutip sumber Bloomberg, seorang mantan pejabat ekonomi tinggi Tiongkok menegaskan bahwa Amerika Serikat harus terlebih dahulu menunjukkan rasa hormat kepada Beijing. Dalam pandangan pejabat tersebut, pembicaraan tidak akan terjadi jika Washington terus menggunakan pendekatan konfrontatif.

Tiongkok melihat kebijakan tarif AS sebagai bentuk agresi ekonomi yang tidak dapat di terima. Bagi Beijing, pembicaraan hanya bisa di lakukan dalam suasana saling menghormati dan setara. Hal ini mencerminkan bagaimana Tiongkok ingin menjaga wibawanya di tengah tekanan global.

Awal Mula Konflik Tarif

Perang tarif ini di mulai pada 2 April, ketika Presiden Donald Trump secara resmi memberlakukan tarif tambahan terhadap berbagai produk impor dari Tiongkok. Tujuannya adalah untuk menekan Tiongkok agar mengubah sejumlah kebijakan perdagangan yang di anggap merugikan Amerika, seperti subsidi besar-besaran untuk perusahaan dalam negeri dan pencurian kekayaan intelektual.

Namun, langkah tersebut langsung dibalas oleh Tiongkok. Alih-alih tunduk, Tiongkok justru menaikkan tarif terhadap barang-barang asal AS dan menyatakan bahwa mereka tidak akan menyerah terhadap tekanan eksternal.

Tarif Tinggi: Saling Balas Tanpa Akhir

Per April 9, Amerika Serikat menghentikan sementara kenaikan tarif terhadap sejumlah negara mitra dagang selama 90 hari. Namun, kebijakan ini tidak berlaku untuk Tiongkok. Bahkan, perang tarif semakin memanas dengan saling balas yang kian ekstrem.

Saat ini, tarif yang di kenakan oleh Tiongkok terhadap produk impor dari AS mencapai 125%. Sementara itu, tarif yang di kenakan AS terhadap produk dari Tiongkok bahkan lebih tinggi lagi, mencapai 145%. Tarif setinggi ini secara langsung memukul pelaku usaha di kedua negara, serta menimbulkan ketidakpastian global.

Tiongkok menyebut lonjakan tarif oleh AS sebagai tindakan pemerasan yang tidak dapat di toleransi. Beijing bersumpah akan melawan sampai akhir, bahkan jika harus menghadapi dampak ekonomi jangka panjang.

Tindakan Balasan: Hentikan Pembelian dari Boeing

Sebagai bentuk perlawanan nyata, pada tanggal 15 April, Tiongkok menghentikan pembelian peralatan dan suku cadang pesawat dari berbagai perusahaan Amerika, termasuk raksasa penerbangan, Boeing. Ini adalah pukulan telak bagi industri dirgantara AS, yang selama ini sangat bergantung pada pasar Tiongkok sebagai salah satu pembeli terbesar.

Keputusan ini menunjukkan bahwa Tiongkok tidak hanya akan membalas dengan tarif. Tetapi juga dengan mengalihkan kemitraan bisnis dan investasi strategis mereka ke negara lain.

Tiongkok Menilai Kebijakan Trump Sebagai Bumerang

Pejabat tinggi Tiongkok, Si Baolong, secara blak-blakan mengecam kebijakan tarif yang di luncurkan oleh Presiden Trump. Ia menyebut strategi tersebut sebagai “sangat tidak tahu malu” dan memperingatkan bahwa kebijakan itu akan segera menjadi bumerang bagi Amerika Serikat sendiri.

Menurut Si Baolong, tindakan sepihak seperti itu tidak hanya merusak reputasi global AS sebagai pemimpin perdagangan bebas, tetapi juga merugikan pelaku usaha dan konsumen Amerika. Tarif tinggi menyebabkan harga barang naik, daya beli masyarakat menurun, serta menciptakan ketidakpastian besar bagi investor.

Dampak Global dan Masa Depan yang Tak Pasti

Perang tarif antara AS dan Tiongkok tidak hanya berdampak pada dua negara tersebut, tetapi juga mengguncang stabilitas ekonomi global. Negara-negara lain yang bergantung pada rantai pasokan global mulai terkena imbas, baik dari segi harga bahan baku, hambatan logistik, maupun ketidakpastian dalam perdagangan internasional.

Ketegangan ini menunjukkan bahwa di era globalisasi. Konflik ekonomi antara dua negara besar dapat menyebar dengan cepat dan memicu krisis yang lebih luas. Oleh karena itu, banyak pihak berharap agar kedua negara segera kembali ke meja perundingan dan mencari solusi damai yang adil bagi semua pihak.

Sumber : Youtube.com

By ALEXA